Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2025

Inikah Hidup Berkata? (Puisi)

 Inikah Hidup Berkata? 7 Kali aku tertawa 7 turunan beban perih yang dipiku; Tawaan renyah menjadi miris Sadis terjadi pada sang gadis Seharusnya ia duduk manis, menanti sang kekasih Otak membuntu, tapi ide mesti berjalan Semakin tumpul saat diraut Semakin kotor saat dihapus Hitam pekat membekas jelas Membawa mata lemas melihat Oh Tuhan, tolonglah aku! Aku menangis karena aku kuat Siap dihujani, bahkan dibanjiri Serangan semu badai kehidupan Menerjang, mengobrak-abrik isiku Sepenggal kata tak sempat terucap Duluan terdahului oleh jahatnya dunia Yang memenggal kewarasan ini Siap lahir Siap hidup Siap mati

Pesan Cinta untuk Matahariku (Puisi)

Pesan Cinta untuk Matahariku Terbangun dalam gelapnya dunia Jiwaku penuh dengan ketakutan Cemas memikirkan nasib Apalah jadinya diriku nanti?   Melangkah tanpa arah Berharap pintu keluar kudapatkan Walau semuanya sia sia jadinya Tanpa terang mengiringi langkahku   Bagai pentingnya matahari bagi dunia Itulah Papah dan Mamah bagiku Menjadi terang di setiap langkah Memberi kehangatan dengan cinta dan kasih sayang   Tiga tahun telah kulalui Akhirnya pintu keluar ada di depanku Bersama Papah dan Mamah Yang menjadi matahariku   Papah, Mamah Liat anakmu ini! Yang dulu begitu penakut Sekarang berani berdiri di sini Papah, Mamah Liat anakmu ini! Yang dulu masih kelas 7 Sekarang sudah lulus smp!   Kelulusan dan prestasi Itulah hadiah kecilku tuk Papah dan Mamah Sebagai bukti perjuanganku Atas perhatian kalian selama ini   Papah dan Mamah Ketahuilah kalian orang tua terhebat bagiku Kurangnya aku seorang anak Tak mengurangi rasa sayang kalian padaku Banyaknya cinta pan...

Sepetik Senar Kecapi di Hatiku (Cerita Pendek)

Sepetik Senar Kecapi di Hatiku “Untuk apa kamu bermain kecapi? Kan kamu tidak bisa mendengar.” “Ah, percuma berbicara denganmu, Kampilauh.” Perkataan yang terbaca lewat gerak bibirnya itu mengiringi langkahnya yang perlahan menjauh. “Kau yang pergi? Atau aku saja!” Mungkin seperti itu isyarat yang ia coba sampaikan. Tanganku mendekap erat kecapi kesayangan, yaitu sebuah kecapi sederhana berwarna kuning dengan bentuk akar-akaran yang meliuk indah hasil lukisan tangan ibuku. Cukup berat, namun tak apa, aku senang memainkannya ke mana pun aku berada. Benda ini mahal nilainya, sebab setiap momen di hidupku terlantun lewat petikan senarnya di setiap pagi. Yang menjadi teman setiaku sedari kecil, bahkan saat semua sudah berubah. Aku sengaja memetik satu-dua senar kecapi sembarang untuk meluapkan sederet kata yang terbaca lewat gerak bibir seorang tadi. Begitu menyelekit di hatiku. Mengapa orang-orang bertindak seakan aku tak berdaya dan tak bisa melawan? Sungguh gerak-geriknya seenakny...